- Sektor kripto Nigeria menghadapi turbulensi karena peraturan benturan dan bursa internasional keluar karena ketidakpastian.
- Penangkapan Tigran Gambaryan dari Binance menyoroti meningkatnya ketegangan antara regulasi kripto AS dan Nigeria.
- Pendekatan regulasi campuran Nigeria memicu pergeseran ke platform yang tidak diatur, meskipun ada upaya untuk mendukung teknologi blockchain.
Nigeria, pasar kripto terbesar di Afrika di selatan Sahara, mengalami perubahan dramatis dalam lanskap mata uang kriptonya. Tindakan regulasi baru-baru ini dan kasus-kasus profil tinggi, seperti penangkapan Kepala Kepatuhan Keuangan Binance, Tigran Gambaryan, menggarisbawahi kompleksitas menavigasi sektor kripto Nigeria.
Pada Februari 2024, penangkapan Gambaryan, meskipun tidak didakwa secara langsung, melambangkan meningkatnya pengawasan terhadap operasi cryptocurrency di Nigeria. Kasus ini telah menimbulkan ketegangan antara pemerintah AS dan Nigeria, dengan kesehatan Gambaryan yang memburuk dalam tahanan semakin memperumit masalah. Meskipun banyak intervensi oleh diplomat dan anggota parlemen AS, aspek hukum dan kemanusiaan dari penahanannya terus menuai kritik.
Lingkungan peraturan di Nigeria menjadi semakin menantang bagi perusahaan cryptocurrency. Khususnya, Bank Sentral Nigeria (CBN) dan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) telah mengadopsi pendekatan yang bertentangan terhadap regulasi kripto.
Sikap CBN telah membatasi, termasuk larangan dan arahan untuk menutup akun yang terkait dengan transaksi cryptocurrency. Sebaliknya, peraturan SEC lambat berlaku, menciptakan kerangka peraturan yang terputus-putus.
Bursa kripto internasional merasakan dampak dari peraturan ketat Nigeria. OKX, bursa kripto terbesar kedua secara global, mengumumkan keluarnya pasar Nigeria karena ketidakpastian peraturan.
Demikian pula, KuCoin telah memberlakukan pajak pertambahan nilai yang signifikan pada pengguna Nigeria, dengan alasan “mengubah undang-undang setempat.” Tindakan ini mencerminkan tren yang lebih luas dari pertukaran internasional yang mengevaluasi kembali operasi mereka di Nigeria.
Selain itu, penanganan pemerintah Nigeria terhadap regulasi cryptocurrency telah ditandai dengan serangkaian tindakan reaktif. Arahan CBN pada Februari 2021 untuk menghentikan transaksi Bitcoin, diikuti dengan pengenalan e-Naira, bertujuan untuk menstabilkan mata uang dan memerangi inflasi.
Namun, langkah-langkah ini telah menghasilkan hasil yang beragam. Sementara e-Naira telah berjuang untuk mendapatkan daya tarik, kebangkitan pasar kripto peer-to-peer (P2P) telah berkembang, menyoroti kesenjangan antara niat regulasi dan realitas pasar.
Tindakan keras baru-baru ini terhadap perusahaan fintech yang terlibat dalam transaksi cryptocurrency telah memperburuk situasi. Perusahaan seperti Opay dan Moniepoint telah diinstruksikan untuk memblokir akun yang terkait dengan aktivitas crypto. Langkah ini telah memaksa banyak transaksi untuk bermigrasi ke platform yang tidak diatur, meningkatkan risiko dan mengurangi pengawasan.
Terlepas dari tantangan ini, komitmen Nigeria terhadap teknologi blockchain tetap terbukti. Kebijakan Blockchain Nasional, yang diluncurkan pada Mei 2023, bertujuan untuk memanfaatkan potensi blockchain sambil menyiapkan panggung untuk kerangka hukum di masa depan. Namun, efektivitas kebijakan tersebut masih harus dilihat, mengingat inkonsistensi peraturan yang sedang berlangsung.
Disclaimer: The information presented in this article is for informational and educational purposes only. The article does not constitute financial advice or advice of any kind. Coin Edition is not responsible for any losses incurred as a result of the utilization of content, products, or services mentioned. Readers are advised to exercise caution before taking any action related to the company.