Telegram Hadapi Ancaman Larangan India Atas Pemerasan, Penyelidikan Perjudian

Last Updated:
India Probes Telegram for Extortion, Gambling After CEO’s Arrest
  • Investigasi India terhadap Telegram karena pemerasan dan perjudian dapat menyebabkan platform tersebut diblokir di negara tersebut.
  • CEO Telegram Pavel Durov ditahan di Prancis atas tuduhan memungkinkan kegiatan ilegal di platform perpesanan.
  • Pemerintah India telah mengintensifkan pengawasan terhadap Telegram, mengutip masalah seperti pelanggaran hak cipta dan penyebaran konten ilegal.

Pemerintah India telah memulai penyelidikan terhadap Telegram atas dugaan pemerasan dan kegiatan perjudian. Ini terjadi hanya sehari setelah pihak berwenang Prancis menahan CEO platform, Pavel Durov.

Penyelidikan, yang dipimpin oleh Pusat Koordinasi Kejahatan Siber India (I4C) Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Elektronika dan Teknologi Informasi (MeitY), meningkatkan kemungkinan Telegram diblokir di India, menurut seorang pejabat pemerintah yang mengetahui situasi tersebut.

Durov ditangkap di bandara Prancis pada 25 Agustus sebagai bagian dari penyelidikan yang lebih besar terhadap kegiatan kriminal yang diduga difasilitasi oleh Telegram, termasuk pencucian uang dan perdagangan narkoba. Pihak berwenang Prancis menegaskan bahwa kegiatan ilegal ini telah diizinkan untuk berlanjut karena moderasi yang tidak memadai di platform. Penahanan Durov menandai eskalasi signifikan dalam pengawasan yang dihadapi Telegram, yang telah dikritik karena penanganannya terhadap konten ilegal.

Menanggapi penangkapan Durov, Telegram merilis pernyataan tentang X, menyatakan bahwa CEO mereka “tidak ada yang disembunyikan” dan bahwa platform tersebut mematuhi semua undang-undang UE yang berlaku, termasuk Undang-Undang Layanan Digital. Perusahaan menekankan bahwa “tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas [the] penyalahgunaan platform itu.” Meskipun demikian, tekanan hukum di Telegram meningkat.

Telegram memiliki sejarah asosiasi dengan kegiatan kriminal. Pada tahun 2019, pihak berwenang Korea Selatan mengungkap cincin seks online yang beroperasi di platform tersebut, di mana lebih dari 70 wanita, termasuk anak di bawah umur, dipaksa untuk memproduksi konten seksual. Konten ini kemudian dijual di ruang obrolan Telegram, seperti dilansir dari Korean Herald. Insiden tersebut mengungkap kelemahan keamanan yang signifikan pada platform, meningkatkan kekhawatiran global atas penggunaannya oleh penjahat.

Di luar insiden ini, Telegram telah menghadapi pemeriksaan intensif di India untuk distribusi Materi Pelecehan Seksual Anak (CSAM). Pada Oktober 2023, MeitY mengeluarkan pemberitahuan ke Telegram dan platform media sosial lainnya, menuntut penghapusan CSAM dari layanan mereka di India. Tindakan ini dilakukan setelah penyelidikan oleh Economic Times, yang mendorong pejabat senior kementerian TI untuk mengatasi kekhawatiran yang berkembang seputar CSAM di Telegram.

Selain itu, Telegram juga telah menjadi pusat pelanggaran hak cipta. Organisasi media seperti India Today Group dan Jagaran Prakashan, serta lembaga pendidikan seperti Allen dan Made Easy, telah mengajukan tuntutan hukum terhadap platform tersebut atas distribusi materi berhak cipta yang melanggar hukum.

Saat penyelidikan pemerintah India berlanjut, masa depan Telegram di salah satu pasar terbesarnya tetap tidak pasti.

Disclaimer: The information presented in this article is for informational and educational purposes only. The article does not constitute financial advice or advice of any kind. Coin Edition is not responsible for any losses incurred as a result of the utilization of content, products, or services mentioned. Readers are advised to exercise caution before taking any action related to the company.

CoinStats ad

Latest News